Dua Pasang Hati
A
A
A
”Dih, apaan sih lo, Nji? Masih nggak terima ditolak Lara?” sindir Retno. Cowok itu hanya mencibir. ”Hmm... Mbak Lara itu bhener-bhener bikin saya kagum, deh. Nggak cuma di rumah sakit, ternyata di sini juga banyak fans -nya,” ucap Dodo tibatiba.
”Rumah sakit? Lara kenal sama dokter-dokter di sana?” tanya Reina penasaran. Gadis itu tahu betul RS Harapan Indah dikenal memiliki dokter-dokter muda profesional yang ganteng-ganteng. ”Kenal-lah, salah satu... mantannya Mbak Lara.” ”SIAPA?” semuanya serentak kaget. ”Hmm... ganteng, tinggi, nggak begitu putih... badannya lebih keren dari Mas Panji.”
Dodo balas dendam meledek Panji. Cowok berdarah Arab di sampingnya hampir saja memukulnya. ”Mereka... balikan?” Dodo mengangkat bahu. ”Soal balikan apa nggak, saya kurang tau, Mbak, Mas. Cuma kalo yang saya lihat, cowok itu sayang banget sama Mbak Lara... Tapi tiap ketemu isinya berantem terus.” Panji menggeplak kepala Dodo gemas, ”Cerita tuh yang bener dong, Do.
Sayang banget tapi berantem terus, gimana coba maksudnya?” ”Duh, Mas Panji, sabar dong! Sakit, tau. Kayaknya Mbak Lara nggak mau balikan sih, Mas. Soalnya, mantannya Mbak Lara orangnya ketus, dingin, kasar, suka ngomelin Mbak Lara nggak mandang tempat, lagi.” ”Masa...? Pantes aja, Mbak Lara keliatan sering sedih gitu. Ternyata gara-gara mantannya itu.
Jahat banget,” gumam Reina tak percaya. ”Eh iya by the way , nanti kan acara RS Harapan Bangsa Lara dateng, kenapa nggak suruh Gavin ikut aja? Biar mantannya itu nggak macemmacemin dia,” usul Retno. ”Mbak Retno gimana sih? Masa si Gavin sih? Kenapa nggak gue aja?” Panji mengomel nggak terima. ”YEEEE! Eh, masa berlaku lo jadi idola di kantor ini, udah abis ye.
Tiga Belas
Satu hal yang dapat menghilangkan rasa penat yang menggerogoti tubuh atletis dan berotot seorang arsitek muda malam ini; mandi dengan rintikkan air hangat langsung dari shower . Nikmatnya! Selain baik untuk merelaksasi otot-otot cowok berkacamata itu, hal ini juga membantunya berpikir jernih. Hmm... pekerjaan barunya ini, sebetulnya sangat menantang.
Namun entah mengapa, hari ini semuanya terasa begitu ringan. Apalagi, saat seorang gadis yang usianya lebih tua tiga tahun di atasnya itu, sedang menerangkan konsep renovasi untuk proyek terbaru di sebuah gedung kantoran. Dia tampak begitu lugas, tegas, dan pintar. Pembawaannya yang santai membuat orang-orang di sekitar gadis itu mengerti dengan cepat mengenai penjelasannya.
Untuk ukuran cowok setampan pemuda ini, baginya perempuan itu termasuk gadis biasa-biasa aja. Akan tetapi, sejak pertemuan pertamanya, dia sudah mulai merasakan aura yang berbeda dari gadis itu. Sebenernya sang pemuda ini, kurang bisa mendefinisikan aura apa yang ada di dalam diri si perempuan cantik itu, hanya saja dia merasa gadis itu... bisa termasuk dalam tipe pacarnya.
Ia bisa menjaga penampilannya, sehingga tidak tampak seperti wanita seumurannya. Meski ia berpenampilan dewasa kadangkadang, tapi wajahnya masih terlihat muda. Bukan mau gombal, tapi pemuda itu bisa merasakan semangat anak muda yang masih tertanam dalam gadis itu. Nggak peduli sama siapa gadis itu bergaul, dia bisa menciptakan kenyamanan dalam lingkup kerjanya.
Terbukti, pertama kali pemuda itu menginjakkan kaki di kantor barunya, semua laki-laki sudah berdiri, berebutan untuk membawakan setumpuk file-file perempuan itu. Akhirnya selesailah pemuda itu merelaksasikan otot-otot dan pikirannya. Ia keluar dari shower dengan lilitan handuk yang menaungi lingkar pinggul atletisnya. Dada bidang dan berotot cowok bertinggi 185 cm ini terpampang dengan mata telanjang.
Mungkin, jika ada beberapa perempuan yang lewat di depannya, mereka pasti tak akan segan menggoda pemuda tampan ini. Sementara itu, di teras rumah pemuda tampan itu, terparkirlah sebuah mobil BMW hitam dengan nomor plat B 53 NAN, milik sang kakak. Begitu menyadari jika sang kakak telah tiba, cowok itu dengan segera berpakaian lalu menyusul ke meja makan.
Menyadari kehadiran sang adik sudah memenuhi rumahnya, si sulung yang berprofesi sebagai dokter itu hanya memberi senyum simpul, sebagai tanda salamnya kepada sang adik. Memang, mereka tak seperti kebanyakan kakak-adik yang akur, sejak sang ibu meninggal dunia, hubungan mereka tak begitu akur seperti waktu kecil. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
”Rumah sakit? Lara kenal sama dokter-dokter di sana?” tanya Reina penasaran. Gadis itu tahu betul RS Harapan Indah dikenal memiliki dokter-dokter muda profesional yang ganteng-ganteng. ”Kenal-lah, salah satu... mantannya Mbak Lara.” ”SIAPA?” semuanya serentak kaget. ”Hmm... ganteng, tinggi, nggak begitu putih... badannya lebih keren dari Mas Panji.”
Dodo balas dendam meledek Panji. Cowok berdarah Arab di sampingnya hampir saja memukulnya. ”Mereka... balikan?” Dodo mengangkat bahu. ”Soal balikan apa nggak, saya kurang tau, Mbak, Mas. Cuma kalo yang saya lihat, cowok itu sayang banget sama Mbak Lara... Tapi tiap ketemu isinya berantem terus.” Panji menggeplak kepala Dodo gemas, ”Cerita tuh yang bener dong, Do.
Sayang banget tapi berantem terus, gimana coba maksudnya?” ”Duh, Mas Panji, sabar dong! Sakit, tau. Kayaknya Mbak Lara nggak mau balikan sih, Mas. Soalnya, mantannya Mbak Lara orangnya ketus, dingin, kasar, suka ngomelin Mbak Lara nggak mandang tempat, lagi.” ”Masa...? Pantes aja, Mbak Lara keliatan sering sedih gitu. Ternyata gara-gara mantannya itu.
Jahat banget,” gumam Reina tak percaya. ”Eh iya by the way , nanti kan acara RS Harapan Bangsa Lara dateng, kenapa nggak suruh Gavin ikut aja? Biar mantannya itu nggak macemmacemin dia,” usul Retno. ”Mbak Retno gimana sih? Masa si Gavin sih? Kenapa nggak gue aja?” Panji mengomel nggak terima. ”YEEEE! Eh, masa berlaku lo jadi idola di kantor ini, udah abis ye.
Tiga Belas
Satu hal yang dapat menghilangkan rasa penat yang menggerogoti tubuh atletis dan berotot seorang arsitek muda malam ini; mandi dengan rintikkan air hangat langsung dari shower . Nikmatnya! Selain baik untuk merelaksasi otot-otot cowok berkacamata itu, hal ini juga membantunya berpikir jernih. Hmm... pekerjaan barunya ini, sebetulnya sangat menantang.
Namun entah mengapa, hari ini semuanya terasa begitu ringan. Apalagi, saat seorang gadis yang usianya lebih tua tiga tahun di atasnya itu, sedang menerangkan konsep renovasi untuk proyek terbaru di sebuah gedung kantoran. Dia tampak begitu lugas, tegas, dan pintar. Pembawaannya yang santai membuat orang-orang di sekitar gadis itu mengerti dengan cepat mengenai penjelasannya.
Untuk ukuran cowok setampan pemuda ini, baginya perempuan itu termasuk gadis biasa-biasa aja. Akan tetapi, sejak pertemuan pertamanya, dia sudah mulai merasakan aura yang berbeda dari gadis itu. Sebenernya sang pemuda ini, kurang bisa mendefinisikan aura apa yang ada di dalam diri si perempuan cantik itu, hanya saja dia merasa gadis itu... bisa termasuk dalam tipe pacarnya.
Ia bisa menjaga penampilannya, sehingga tidak tampak seperti wanita seumurannya. Meski ia berpenampilan dewasa kadangkadang, tapi wajahnya masih terlihat muda. Bukan mau gombal, tapi pemuda itu bisa merasakan semangat anak muda yang masih tertanam dalam gadis itu. Nggak peduli sama siapa gadis itu bergaul, dia bisa menciptakan kenyamanan dalam lingkup kerjanya.
Terbukti, pertama kali pemuda itu menginjakkan kaki di kantor barunya, semua laki-laki sudah berdiri, berebutan untuk membawakan setumpuk file-file perempuan itu. Akhirnya selesailah pemuda itu merelaksasikan otot-otot dan pikirannya. Ia keluar dari shower dengan lilitan handuk yang menaungi lingkar pinggul atletisnya. Dada bidang dan berotot cowok bertinggi 185 cm ini terpampang dengan mata telanjang.
Mungkin, jika ada beberapa perempuan yang lewat di depannya, mereka pasti tak akan segan menggoda pemuda tampan ini. Sementara itu, di teras rumah pemuda tampan itu, terparkirlah sebuah mobil BMW hitam dengan nomor plat B 53 NAN, milik sang kakak. Begitu menyadari jika sang kakak telah tiba, cowok itu dengan segera berpakaian lalu menyusul ke meja makan.
Menyadari kehadiran sang adik sudah memenuhi rumahnya, si sulung yang berprofesi sebagai dokter itu hanya memberi senyum simpul, sebagai tanda salamnya kepada sang adik. Memang, mereka tak seperti kebanyakan kakak-adik yang akur, sejak sang ibu meninggal dunia, hubungan mereka tak begitu akur seperti waktu kecil. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)